BANK CENTURY
Sikap Presiden Mendapat Dukungan
JAKARTA - Sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak menonaktifkan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendapat dukungan dari sejumlah pihak.
Dukungan itu, antara lain, datang dari ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra; anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Jimly Asshiddiqie; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar; pengamat ekonomi, Faisal Basri; Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Khatibul Umam Wiranu yang juga anggota Komisi II DPR; serta Sekretaris Jenderal PP Gerakan Pemuda Ansor Malik Haramain.
”Presiden harus menonaktifkan siapa? Harus tahu dulu kesalahannya dan sampai saat ini tidak ada bukti hukum untuk itu,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar di Jakarta, Selasa (23/3).
Pemerintah, kata Patrialis, masih menunggu perkembangan proses hukum. ”Kita serahkan kepada penegak hukum,” ujar Patrialis.
Dua pekan lalu, setelah menerima surat DPR No PW01/2045 DPR-RI/II 2009-2010 tentang persetujuan DPR terhadap kesimpulan dan rekomendasi dari Panitia Khusus tentang Hak Angket Bank Century, Presiden membentuk tim untuk merumuskan pandangan pemerintah terkait hal itu.
Tim di bawah koordinasi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto ini beranggotakan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji, serta Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Djadja Sukirman.
Senin sore, tim menyampaikan rumusan pandangan itu dan telah mendapat persetujuan dari Presiden Yudhoyono.
Surat DPR tersebut memuat sejumlah rekomendasi dan satu imbauan. Dalam lampiran surat DPR kepada Presiden bertanggal 5 Maret 2010 diktum kedua antara lain disebutkan, ”...Imbauan untuk penonaktifan dan pandangan yang telah disampaikan pada rapat pleno Panitia Angket merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesimpulan dan rekomendasi ini.”
Atas imbauan itu, pemerintah memandang, penonaktifan pejabat negara harus memerhatikan prosedur dan mekanisme yang berlaku dan diatur dalam undang-undang (UU), dengan tetap memegang asas praduga tak bersalah.
”Menurut UU, apabila sudah sampai pada tahapan terdakwa, maka yang bersangkutan akan berhenti sementara. Apabila sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka yang bersangkutan akan diberhentikan dengan tetap,” ujar Djoko Suyanto, Senin.
Dua anak bangsa
Sikap mempertahankan Boediono dan Sri Mulyani pada posisi sekarang sebelumnya telah disampaikan Presiden ketika menyampaikan pidato tanggapannya terhadap hasil Sidang Paripurna DPR mengenai masalah Bank Century. ”Sering dilupakan Tanah Air kita beruntung karena Komite Stabilitas Sistem Keuangan telah terbentuk yang dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono, dua anak bangsa yang rekam jejaknya tidak sedikit pun meninggalkan catatan buruk sampai dengan kompetensi, kapabilitas, dan kredebilitas,” ujar Presiden ketika itu.
Kemarin di Jakarta, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, dan Jimly Asshiddiqie menegaskan, Presiden sama sekali tidak punya hak untuk menonaktifkan Boediono karena wakil presiden diangkat oleh rakyat. Satu-satunya lembaga yang berhak untuk memberhentikan wakil presiden berdasarkan UUD 1945 adalah MPR.
UUD menggariskan wakil presiden tidak sekadar pembantu presiden, tetapi juga pendamping sekaligus pengganti jika presiden berhalangan. Penonaktifan wakil presiden oleh MPR harus melalui mekanisme impeachment dengan dukungan DPR. ”Kalaupun sudah berstatus tersangka, tidak serta-merta wakil presiden bisa dinonaktifkan,” kata Yusril.
Melalui pembahasan dalam rapat terbatas yang membahas respons pemerintah atas rekomendasi DPR tentang kasus Bank Century, Senin, Yudhoyono menyatakan, penonaktifan sementara pejabat negara baru akan dilaksanakan bila sudah sampai pada tahapan terdakwa.
Menurut Jimly, rapat terbatas tersebut sekadar upaya Presiden Yudhoyono untuk menanggapi rekomendasi DPR. Sementara itu, penonaktifan Boediono dan Sri Mulyani hanya merupakan imbauan dari DPR. ”Yang harus direspons Presiden hanya rekomendasi, bukan imbauan,” kata Jimly.
Faisal Basri kemarin ketika ditanya tentang sikap Presiden mempertahankan Boediono dan Sri Mulyani menyatakan setuju. Karena yang terjadi di DPR merupakan proses politik, bukan hukum. ”Memang proses hukum mungkin bisa dipercepat,” ujarnya.
Khatibul Umam Wiranu dan Malik Haramain mengatakan, sikap Presiden perlu didukung karena Budiono dan Sri Mulyani tidak terbukti bersalah secara hukum. ”DPR juga tidak perlu melakukan boikot terhadap Sri Mulyani karena hal ini tidak baik bagi hubungan pemerintah dan DPR serta tidak baik di mata rakyat,” kata Malik.
Tersangka kasus LC fiktif
Sementara itu, Senin malam, Badan Reserse Kriminal Polri kembali menetapkan dua mantan petinggi Bank Century sebagai tersangka dalam kasus letter of credit atau LC fiktif Bank Century. Keduanya adalah mantan Direktur Utama Bank Century Hermanus Hasan Muslim dan Khrisna Jagateesen, mantan Direktur Treasury Bank Century. Akan tetapi, Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Ito Sumardi belum menyebut peran keduanya dalam kasus tersebut.
”Saya sedang dalam pertemuan untuk soal lain sehingga tak bisa mengikuti gelar perkara kasus LC itu tadi siang,” ujar Ito. Sebelumnya, Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Raja Erizman membenarkan polisi telah menetapkan dua tersangka baru, tetapi Khrisna masih buron.
Senin, polisi juga mengadakan gelar perkara kasus LC fiktif itu dengan menghadirkan ahli hukum Indriyanto Seno Aji, Khairul Huda, dan Robintan Sulaiman.
(TRI/IDR/DAY/HAR/BUR/ NWO/WKM/NTA/OSD)
Source : Kompas, Rabu, 24 Maret 2010 | 02:48 WIB