27 Maret 2011
PENDOPO INDRAMAYU ONLINE
PEMDA
Bangkrut akibat Birokrasi Gemuk
Banda Aceh, PENDOPO INDRAMAYU ONLINE - Kebangkrutan anggaran di sejumlah kabupaten dan kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disebabkan tiga hal, yaitu terlalu gemuknya birokrasi, mismanajemen, dan tekanan politik lokal. Pada saat yang sama, daerah-daerah gagal meningkatkan pendapatan asli daerah untuk menutup kebutuhan anggarannya. Tak mengherankan, banyak daerah yang berutang kepada pihak ketiga karena keuangan mereka bangkrut.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Said Muhammad, Kamis (24/3), mengatakan, umumnya kegiatan penganggaran, dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga pelaksanaan, tidak efisien di daerah-daerah. Program kegiatan yang diagendakan terlalu banyak dan tidak disesuaikan dengan besar dana yang ada. ”Ini menunjukkan adanya mismanajemen.
Perencanaan pembangunan yang ada tak jelas mau bagaimana. Semestinya ada penyesuaian antara program dan anggaran. Ini juga menunjukkan lemahnya kontrol,” ujar Said.
Seperti diketahui, Provinsi NAD saat ini memiliki 18 kabupaten dan 5 kota (kelima kota adalah Banda Aceh, Langsa, Lhokseumawe, Sabang, dan Subulussalam). Hampir semua kabupaten dan kota di Aceh kini mengalami kebangkrutan anggaran. Sejumlah daerah, seperti Langsa, Bireuen, dan Aceh Utara, bahkan terjerat utang kepada pihak ketiga dan perbankan guna menutup anggaran hingga miliaran rupiah. Sebagian lagi tak mampu membayar gaji para pegawai. Mereka juga mengajukan permohonan bantuan dana kepada Pemerintah Provinsi NAD dan pusat untuk menutup defisit (Kompas, 24 Maret 2011, halaman 21).
Tekanan politik
Kepala Biro Hukum dan Humas Pemerintah Provinsi Aceh Makmur mengatakan, tekanan politik lokal membuat banyak program yang semestinya sudah dianggarkan terlebih dahulu terbengkalai dan harus dialihkan sesuai dengan aspirasi dan kepentingan anggota legislatif. Eksekutif takut terhadap tekanan politik legislatif. Tarik ulur kepentingan ini membuat penyusunan program kegiatan dan pelaksanaannya kacau. Bidang yang semestinya diprioritaskan untuk dibiayai terbengkalai. ”Gaji pegawai, misalnya, sangat tak masuk akal kalau sampai tak terbayar hingga setahun. Padahal, anggaran rutin semestinya didahulukan. Lalu, dana itu ke mana,” kata Makmur.
Pemerintah Kabupaten Pidie saat ini mengalami defisit hingga Rp 34 miliar. Sekretaris Daerah Pidie M Iriawan mengakui, Pemkab Pidie saat ini belum berencana menutup defisit ini dengan utang. Pidie masih berharap ada bantuan dana dari Pemprov NAD dan pusat. Defisit anggaran itu, kata Iriawan, terjadi karena besarnya proporsi jumlah pegawai yang harus didanai, yaitu 10.000 orang. Ia mengakui, ini terlalu gemuk dan menyerap hingga 70 persen anggaran atau sekitar Rp 452 miliar. Padahal, di Pidie masih ada perangkat desa, mukim, keuchik, takmir masjid, dan pengurus meunasah yang juga harus digaji. Akibatnya, 83 persen dari sekitar Rp 710 miliar anggaran habis untuk belanja pegawai dan operasionalnya.
Menyangkut tekanan politik lokal, Iriawan mengakui hal itu juga terjadi. Pada 2011, sebesar Rp 11 miliar harus dialokasikan untuk biaya aspirasi anggota DPR kabupaten terkait dengan agenda Pidie yang tengah mempersiapkan pemilu kepala daerah. Anggota Panitia Anggaran DPR Aceh, Abdullah Saleh, mengatakan, saat ini belum dibicarakan penyediaan anggaran untuk membantu mengatasi kebangkrutan anggaran di kabupaten dan kota. Ia hanya meminta DPR kabupaten/kota lebih fokus pada pembenahan anggaran dengan menerapkan anggaran berimbang, mengurangi birokrasi, dan mengefisienkan biaya operasional dinas. (HAN)***
Source : Kompas, Jumat, 25 Maret 2011
KOMENTAR
Ada 12 Komentar Untuk Artikel Ini.
Jumat, 25 Maret 2011 | 17:39 WIB
Nasi sudah jadi bubur, ya yang ada bubur itu dimakan aja. selesai to?
Jumat, 25 Maret 2011 | 17:15 WIB
yah, semestnya kita tidak gegabah dalam melakukan pemekaran kabupaten. kalau ini sudah terjadi maka jalan pintas adalah mengstaknankan pembangunan infrastruktur yang didanai APBK, sebagai gantinya cari biaya DAK atau sumber lainnya di pusat atau pendonor untuk membiayai pembangunan atau proyek yang sifatnya kepentingan publik.
Jumat, 25 Maret 2011 | 16:09 WIB
Rekrutmen KEPEMIMPINAN daerah syarat KKN dan menghasilkan birokrat yang minta Dilayani bukan melayani
Jumat, 25 Maret 2011 | 16:04 WIB
Kalau nggak mampu bayar ke Pihak Ketiga..., diambil dong?
Jumat, 25 Maret 2011 | 13:05 WIB
ayo belajar deh dari Jembrana, SKPD yg tupoksix hampir sama distukan biar belanja pegawaix berkurang, harus miskin struktur kaya fungsi dunkz....
Jumat, 25 Maret 2011 | 12:36 WIB
semua lini harus dibenahi mulai daripusat hingga desa..
Jumat, 25 Maret 2011 | 11:24 WIB
jogja sebentar lagi kegemukan juga. bangkrut karena aparatnya gaak produktif alias duduk dibayar.
Jumat, 25 Maret 2011 | 09:32 WIB
Kebanyakan PNS...
Jumat, 25 Maret 2011 | 09:13 WIB
klo memang ternyata seperti ini di satukan saja kan jadi pengeluarannya lebih rendah
Jumat, 25 Maret 2011 | 08:56 WIB
otonomi daerah, bukannya daerah menjadi efisien, malah semakin amburadul initerjadi diseluruh otda,muncul "Raja-Raja" KKN baru, karena dipusatnya juga "Gemuk" Birokrasinya, Jadi pemerintah PUSAT = PEMDA, SAMA AJA, amburadul,boros, Lanjutkan????
Jumat, 25 Maret 2011 | 07:06 WIB
my oh my.. Aceh, sampai kapan mau selesai. Ayo tobat beneran, jgn asal kostumnya aja yg muslim tp hati dan perilaku jauuuuuhhh.
Jumat, 25 Maret 2011 | 07:04 WIB
satu lagi, kelucuan yg terjadi di republik ini. lalu buat apa ada pemda, kalau mikir untuk dirinya sendiri saja,kacau balau. lalu kapan memikirkan rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar