PENDOPO INDRAMAYU ONLINE
Kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Konon, BPR ini merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Kabupaten Indramayu. (Foto : Pendopo Indramayu Online)***
Kasus Pembobolan Uang PD BPR Sliyeg
Kantor Bank Indonesia Cirebon “Geram”
Wakil Rakyat di Cap “Si Pandir”
INDRAMAYU, KORAN KP
Perlu di perhatikan dengan adanya Laporan dan Informasi terkini terkait dengan Bobolnya Keuangan Rakyat yang di kelola oleh PD. BPR Kecamatan Sliyeg hingga mencapai Milyaran Rupiah, ini merupakan Catatan terburuk sepanjang Sejarah Dunia Perbankan di Kabupaten Indramayu, betapa tidak, Angka sejumlah itu dapat terungkap, bagaimana Kesan Masyarakat. Koran KP pada Hari Senin, 11 April sekitar pukul 14.00 WIB mendatangi Kantor Bank Indonesia Cirebon di Jalan Yos Sudarso No. 5-7 Keluarahan Lemahwungkuk Kecamatan Lemahwungkuk Kota Madya Cirebon yang temui langsung oleh Humasnya yaitu Agung Budi S, oleh Dia dialamatkan agar menghadap langsung dengan Personil Bank Indonesia yang tugas pokok dan fungsinya sebagai Pengawas dan Pemeriksa PD/PK. BPR Se-Kabupaten Indramayu, di Lantai 3 Ruang Deputi PBI Bidang Pengawasan dari sejumlah 62 Bank termasuk PD./PK. BPR. dengan di layani oleh : Tony Priawan, Yandi Rusliandi, R. Hesty Somanto dan satu Karyawati yang tidak bersedia di catat di Koran KP.
Mereka setelah membaca dan mencermati isi Berita langsung di perbanyak (Foto Copy) yang masih satu ruangan. Menanggapi Informasi (Ekspos) Dugaan Penyalah gunaan Keuangan milik Rakyat atau Negara mencapai 3 Milyar Rupiah lebih yang di kelola oleh PD. BPR Kecamatan Sliyeg pada tahun ini 2011, seharusnya H. Hadi Tasidi bisa Managemen dengan sistem pengawasan Internal atau Satuan Pengawas Internal (SIP) tidak melibatkan diri dalam menyalah gunakan keuangan milik Rakyat atau Negara, Ujar Yandi Rusliandi di amini rekan sejawatnya kepada Koran KP
Menurutnya, Kinerja Dirut dan Karyawan PD. BPR Kecamatan Sliyeg merupakan kesalahan besar dalam mengawasi perputaran keuangan pada PD. BPR itu, seharusnya memberikan teguran dan peringatan bukan malah turut jadi peserta. Di pihak Kantor Bank Indonesia Cirebon mengacu ada UU No. 43 tahun 1999 tentang Perbankan, bahwa Pengawasan dan Pemeriksaan Laporan Keuangan di lakukan satu tahun sekali dan pihaknya dalam waktu secepat mungkin akan memanggil Oknum-oknum yang di duga telah menggunakan keuangan pada PD. BPR Sliyeg tersebut untuk di minta pertanggungan jawab serta menyita segala Aset-aset yang di milikinya.
Sementara Dugaan yang di alamatkan kepada pihak Pengawas Kantor Bank Indonesia Cirebon atas kecaman dugaan Pengawasan Amplop, mereka menyatakan tidak terima dengan kalimat itu, sebab kinerja kami mengedapan azas Proporsional dan Profesional sehingga masalah yang berkaitan dengan penyimpangan keuangan adalah merupakan tugas dan tanggung jawab kami di sini, jika tidak ada upaya dan tanggung jawab akan kami serahkan kepada pihak Penegak Hukum, biar lebih lugas, tegas dan Obyektif, tutur Yandi Rusliandi di ikuti oleh Tony Priawan dan R. Hesty Somanto.
Di tempat lain Koran KP meminta komentar O’ushj dialambaqa selaku Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD), di jumpai pada Hari Senin, 11 April sekitar pukul 22. 00 WIB di tempat kediamannya Desa Singaraja-Indramayu, Ia menuturkan, Jika Kantor Bank Indonesia Cirebon tersentak dengan PD. BPR Kecamatan Sliyeg yang kebobolan 3 Milyar lebih, dimana dalam UU No. 43 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dimana BI mempunyai tanggung jawab pengawasan terhadap lembaga-lembaga keuangan perbankan, dengan kasus tersebut menunjukan sistem pengawasan yang di lakukan BI menganut Sistem Pengawasan Amplop, sehingga Laporan Keuangan PD. BPR yang Window Dressing tidak cukup di pahami oleh BI, persolan lainnya Capabilitas dan mentalitas BI (Orang-orangnya). Padahal jika BI tidak menganut Sitem Pengawasan Amplop dengan mudah bisa kita lihat atau baca dalam Laporan Keuangan Komparatif, yang setiap Laporan Keuangan di terbitkan secara Indra keenam menyajikan Laporan Keuangan yang menyesatkan.
Jika dilakukan Audit apalagi Audit Investigation yang bersandar pada prosedur dan standar Auditing yang berlaku hingga kini. Banyak Akun-akun di dalam Laporan Keuangan yang mengindikasikan dan atau adanya praktek-praktek penyimpangan, paparnya.
Oleh Karena itu berdasarkan UU Perbankan tersebut, maka Kantor BI Cirebon suka tidak suka mau tidak mau harus melakukan Audit terhadap PD. BPR yang bersangkutan dan bahkan terhadap PD/PK. BPR lainnya apabila di lihat dari Laporan Keuangan yang di terbitkannya. Dengan kasus-kasus tersebut menimbulkan fakta Managemen, Akunting dan Perbankan bahwa tidak melakukan pembinaan terhadap keberadaan PD. BPR berdasarkan UU Perbakan. Di PD. BPR ada Struktur yang bernama Satuan Pengawas/pengendali Internal (SPI) yang berfungsi sebagai Internal Audit. Dengan bobolnya PD. BPR sampai dengan Rp.3 Milyar lebih yang melibatkan 7 orang pelaku di Internal PD. BPR menunjukan SPI lebih suka tidur pulas, seharusnya kejadian seperti itu sudah terbaca atau sudah bisa di ketemukan paling lambat 3 kali penerbitan Laporan Keuangan, dimana PD. BPR setiap bulannya menerbitkan Laporan Keuangan, yang mana Laporan Keuangan tersebut juga diserahkan ke Badan Pengawas PD. BPR yang bersangkutan dan Koordinator Badan Pengawas Kabupaten serta DPRD Komisi C.
Dengan Kejadian seperti itu pula menunjukan orang-orang yang berada di SPI tidak mempunyai kemampuan terhadap bidangnya, begitu juga hal yang sama terhadap Badan Pengawas PD. BPR. DPRD dengan bobolnya kasus PD. BPR Kecamatan Sliyeg Rp. 3 Milyar lebih menunjukan posisi DPRD sebagai keledai atau Si Pandir di hadapan Eksekutif, karena DPRD menjadi keledai dan Si Pandir, maka terlalu yakin atau pasrah terhadap Bawasda/Inspektorat dan BPK atau BPKP atau Kantor Akuntan yang seolah-olah orang-orang yang berada di lembaga tersebut adalah Profesional dan bisa di percaya, dengan fakta tersebut menjadi kepatutan untuk di ragukan semua hasil Audit yang di lakukannya, tegasnya. (A. Riyanto)***
Source : Koran KP, Medio April 2011
0 komentar:
Posting Komentar