CARI BERKAH KLIK DI SINI

29 Juli 2011

Pejabat Berakting, Rakyat Makan Nasi Aking

Jumat, 29 Juli 2011

PENDOPO INDRAMAYU ONLINE

Pejabat Berakting, Rakyat Makan Nasi Aking

Oleh : Hendra Sumiarsa

BEGINILAH kehidupan di Indonesia. Pejabatnya hanya bisa berakting. Mereka seolah-olah bekerja untuk rakyat, padahal untuk diri sendiri. Akibatnya rakyat telantar. Bahkan hingga kini, masih banyak warga yang kesulitan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokoknya. Di beberapa daerah, misalnya, masih ada warga yang terpaksa makan nasi aking.

Saat ini eksekutif dan legislatif di Senayan sibuk tarik ulur soal pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menjadi Undang-undang (UU). Nyatanya, hal itu tak berimbas apapun kepada masyarakat. Persoalan lapar dan kemiskinan masih terjadi di mana-mana.

Setidaknya itu yang dirasakan oleh Rasiyem (60 tahun), dan Rasmi (80 tahun), keduanya warga Desa Terusan Kecamatan Sindang Kabupaten Indramayu. Kedua wanita lanjut usia (lansia) tersebut mengaku tak tahu apapun soal BPJS atau tektek bengek regulasi pemerintah soal mengatasi kemiskinan di negeri ini. Rasiyem, misalnya, harus menerima nasib tinggal di gubuk hanya berukuran 2x4 meter yang berhadapan dengan kandang kambing. Selama lebih dari 10 tahun, Rasiyem harus berjuang mengidupi dirinya dengan berjualan kerupuk. Meski sudah berkeluarga, anaknya yang semata wayang, juga bernasib sama.

Makanan sehari-harinya sangat memprihatinkan. Nasi aking menjadi salah satu menu andalannya.

"Gubuk ini saya bangun dari hasil menjual tapih (kain, red). Dibangun seadanya, yang penting tidak kehujanan atau kepanasan," tukas dia.

Hidup pasrah di usia senja, juga dirasakan oleh Rasmi (80 tahun). Nenek jompo dan sudah pikun ini tinggal di bangunan yang separuhnya terbuat dari bilik berukuran sekira 3x6 meter, bersama Darsinah (45 tahun), keponakannya yang menjanda. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Rasmi mengandalkan belas kasihan kerabat dan tetangga, atau dari hasil jerih payah Darsinah sebagai tukang pijat. Jika sedang beruntung, upah memijat Darsinah bisa untuk bertahan mencukupi kebutuhan hidup selama 2 atau 3 hari. Namun jika sedang sepi orderan, nasi aking menjadi pilihan.

Camat Sindang, Bastoni, dan Kuwu Terusan, Taryono, mengamini kondisi warganya tersebut. Menurut Bastoni, di tingkat desa hingga kecamatan, kedua wanita lansia tersebut sebenarnya telah diproteksi melalui berbagi program pengentasan kemiskinan bentukan pemerintah kabupaten (pemkab). Oleh karenanya, kedua wanita lansia yang selama ini hidup dalam segala keterbatasan, telah memperoleh jaminan sosial dan kesehatan yang memadai. "Tidak hanya pemberian bantuan beras secara gratis, namun juga bantuan modal usaha agar mereka bisa hidup dengan layak," tukas Bastoni.

Pengamat masalah sosial di Indramayu, Drs. Gozali, memandang kasus yang menimpa nenek Rasiyem dan Rasmi merupakan potret buram kemiskinan di masyarakat saat ini. Menurut dia, keadaan itu tidak terlepas dari ketersumbatan komunikasi pemerintahan hingga ke tingkat rukun tetangga (RT). Namun yang paling pokok, kasus nenek Rasmi dan Rasiyem merupakan imbas dari ketidakberesan pemerintah pusat dalam mengelola program-program bantuan sosial sehingga tidak tepat sasaran.

"Kuwu dan camat itu operator yang juga memiliki banyak keterbatasan informasi. Makanya harus mulai dibangun informasi yang baik mulai dari RT hingga ke bupati, gubernur, untuk kemudian diteruskan ke presiden. Jangan ada lagi laporan asal bos senang (ABS)," tegas Gozali.(Hendra Sumiarsa/"KC")***

Source : kabar-cirebon.com, Selasa, 20 Juli 2010 / 01:26:08 WIB


 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template