CARI BERKAH KLIK DI SINI

30 Januari 2010

Gaji Pejabat Negara Akan Naik, Tapi Tergantung Kinerjanya

GAJI PEJABAT NEGARA

Kenaikan Gaji Sesuai Kinerja

Mensesneg: Yang Sudah Diterapkan Remunerasi

JAKARTA - Kenaikan gaji bagi Presiden dan pejabat negara lainnya dapat diberlakukan meski kondisi ekonomi dan sosial politik belum tepat. Namun, selain jumlah dan besaran kenaikannya transparan, kenaikan gaji juga harus diimbangi dengan kinerja.

”Bahkan, jika prestasi dan kinerjanya tidak sesuai, pejabat itu harus mendapat sanksi atau hukuman, ” kata Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis di Jakarta, Jumat (29/1).

Secara terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui, gaji pejabat negara memang akan dinaikkan atas dasar peninjauan kesetaraan dan perimbangan. Pejabat negara yang dimaksudkan adalah jajaran pemimpin lembaga eksekutif, yakni Presiden dan anggota kabinet, gubernur, wali kota/bupati, hingga pemimpin lembaga negara, seperti Ketua DPR, DPD, MPR, MA, dan MK.

Kenaikan gaji itu, dikatakan Sri Mulyani, dilakukan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disusun bersama DPR.

”Jadi, semua apa-apa yang ada dan sudah disetujui di APBN dilaksanakan. Tapi, sampai saat ini belum dilaksanakan karena memang waktu itu masih ada beberapa hal yang belum diselesaikan,” ujar Menkeu.

Menkeu mengatakan, program kenaikan gaji pejabat negara disusun dan dibahas bersama oleh pemerintah dan DPR berdasarkan survei pada semua lembaga negara. ”Itu untuk dilihat kesetaraan dan perimbangannya. Yang saya lakukan bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi adalah membuat skenario untuk membuat suatu harmoni,” ujarnya

Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan, yang saat ini sudah diterapkan adalah kenaikan renumerasi atau tunjangan kinerja. Pejabat yang kinerjanya sudah dinilai sesuai dengan target program mendapatkan kenaikan renumerasi.

”Namun, belum semua kementerian. Masih terbatas. Yang sudah Kementerian Keuangan, Sekretariat Kabinet, dan Sekretariat Negara. Ke depan, ada lagi beberapa kementerian. Pertimbangannya, di samping beban kerja, juga tingkat vitalitas dan urgensi,” ujar Sudi.

Menurut Harry Azhar, pada tahun anggaran 2010, belanja pegawai pemerintah memang diturunkan, dari sebelumnya Rp 161 triliun menjadi Rp 158 triliun. Sisanya dimasukkan dalam Pos Cadangan Lain-lain. ”Dengan alokasi anggaran itu, jelas ada kenaikan gaji pejabat, selain ada kenaikan gaji sekitar 20 persen di tingkat eselon I hingga III,” ujar Harry. (nta/day/har)***

Source : Kompas, Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:51 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

aloys @ Sabtu, 30 Januari 2010 | 06:30 WIB
Pejabat tinggi negara bukan karyawan biasa yg bisa di beri reward & punishment, kenapa hrs dikaitkan dg gaji? Apa perlu dibuat UMPI (upah minimun pejabat Ind,)?

Sistem Kependudukan Harus Sesuai Aturan

SISTEM KEPENDUDUKAN

Menhuk dan HAM: Aturan Harus Dijalankan

SANUR, BALI - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyatakan, warga negara asing yang ingin mendapatkan kartu surat kependudukan Indonesia, seperti kartu tanda penduduk dan paspor, harus terlebih dulu menjadi warga negara Indonesia. Karena itu, penerbitan KTP dan paspor Indonesia untuk WNA tanpa pemenuhan persyaratan itu adalah pelanggaran.

”Jika tiba-tiba mendapat KTP, tentu tidak boleh dan tidak dibenarkan. WNA yang mempunyai paspor dobel pun tidak akan bisa karena akan langsung ter- cancel (ditolak) oleh sistem kita,” kata Patrialis seusai membuka Rapat Kerja Nasional Ikatan Notaris Indonesia (INI) sekaligus meresmikan aplikasi Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) generasi baru di Sanur, Bali, Jumat (29/1).

Seperti diberitakan, puluhan WNA memiliki KTP Indonesia di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Keberadaan mereka tercium pihak imigrasi saat berusaha mendapatkan paspor Indonesia. Mereka diduga menyalahgunakan KTP, antara lain untuk membuka usaha di Kupang.

Patrialis menyatakan, untuk memperoleh hak menjadi WNI (naturalisasi), seorang WNA harus memenuhi sejumlah persyaratan. Hal itu sebenarnya tidak sulit, tetapi tetap harus mengacu pada peraturan hukum dan kependudukan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

Secara terpisah, anggota Komisi II DPR periode 2004-2009, Ferry Mursyidan Baldan, menyatakan, penerbitan KTP Indonesia untuk WNA termasuk dalam kategori pemalsuan luar biasa. Ferry mengusulkan dilakukannya dua tindakan, yakni pembatalan semua KTP yang sudah diterbitkan dan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang menerbitkan. (ben)***

Source : Kompas, Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:43 WIB

Proyek SIAK Diduga Rawan Penyimpangan

ANGGARAN SIAK

Rawan Penyimpangan

Kemdagri Diminta Transparan soal Anggaran NIK

JAKARTA - Proyek Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, yang anggarannya sebesar Rp 6,9 triliun, dinilai rawan penyimpangan. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah dua kali menyurati Menteri Dalam Negeri agar berhati-hati dalam melaksanakan proyek tersebut.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di Jakarta, Jumat (29/1), mengatakan, surat pertama dikirim KPK pada 6 November 2009 dan surat terakhir dikirim pada 8 Januari 2010. Kedua surat itu ditandatangani oleh Wakil Ketua KPK M Jasin.

Surat tersebut disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait kewenangan KPK untuk memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara. Sejak 2006, KPK telah memantau implementasi nomor induk kependudukan (NIK) yang diterapkan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri).

Dalam surat terakhir, KPK mengingatkan agar Depdagri memastikan penetapan desain besar Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) sebelum melakukan berbagai kegiatan terkait Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), khususnya pengadaan. Tanpa adanya desain besar itu, dikhawatirkan terjadi kesalahan berulang sehingga memboroskan anggaran dan merugikan keuangan negara.

KPK juga meminta agar Mendagri menyampaikan laporan evaluasi pelaksanaan uji coba e-KTP di enam kecamatan. Pelaksanaan uji coba dengan menerbitkan KTP bercip seharusnya dilakukan setelah terlebih dulu dilakukan pembersihan database kependudukan dengan menggunakan rekaman elektronik berupa sidik jari sebagai alat verifikasi jati diri. Berdasarkan pantauan KPK, ditemukan ketidakefisienan dalam proses pelaksanaan uji coba, seperti pengambilan foto dan perekaman sidik jari yang dilakukan pada hari terpisah dengan rentang waktu 1-2 bulan.

Sesuai dengan data Kemdagri, uji coba e-KTP telah dilakukan di enam kecamatan pada empat kota dan dua kabupaten, yaitu Makassar, Padang, Denpasar, Yogyakarta, Cirebon, dan Jembrana.

Hitung ulang

Terkait anggaran, KPK meminta agar Kemdagri menghitung ulang kebutuhan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan prasyarat implementasi NIK tunggal sebelum e-KTP diterbitkan. Kemdagri juga diminta melakukan pembersihan database kependudukan melalui perekaman sidik jari semua penduduk Indonesia untuk mempermudah konsolidasi dan verifikasi data.

KPK juga meminta pekerjaan SIAK hanya boleh dilakukan setelah ada jaminan data kependudukan yang bersih atau tak terjadi duplikasi. Proyek ini sebaiknya memperhitungkan dengan cermat manfaat dan faktor risiko.

Secara terpisah, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampouw mengatakan, Kemdagri harus transparan dengan penggunaan anggaran NIK sebesar Rp 6,9 triliun. Dana sebesar itu dikhawatirkan bisa berpotensi korupsi.

”Supaya rakyat bisa menghitung secara rasional dan proporsional untuk apa saja anggaran sebesar itu. Saya melihat seolah-olah ada yang tidak beres. Kalau proyek itu dikerjakan sejak 2003, mengapa semakin lama kok anggarannya semakin besar,” kata Jeirry, Jumat.

Menurut dia, apabila diasumsikan anggaran NIK diadakan setiap tahun, pekerjaan yang harus diselesaikan oleh Kemdagri semakin sedikit sehingga anggaran juga berkurang setiap tahun. Untuk itu, ujarnya, harus ada penjelasan dari Kemdagri supaya masyarakat tak bertanya-tanya. ”Kalau hasilnya hanya seperti DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) pada pemilu lalu yang banyak masalah, bisa dikatakan tidak ada hasil apa-apa dari anggaran miliaran rupiah sejak 2003,” ungkap Jeirry. (AIK/SIE) ***

Source : Kompas, Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:52 WIB

Anggaran SIAK Dipersoalkan

ANGGARAN SIAK

Anggaran Dipersoalkan

Kemdagri Ajukan Dana Sistem Kependudukan Rp 6,9 Triliun

JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri mengajukan anggaran Rp 6,9 triliun untuk menyelesaikan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan tahun 2010-2011. Namun, anggaran itu dipersoalkan karena SIAK sebelumnya menelan anggaran Rp 800 miliar sepanjang 2003-2009.

Salah satu komponen SIAK adalah nomor induk kependudukan (NIK). Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo, di Jakarta, Kamis (28/1), mempertanyakan anggaran SIAK yang besar itu, sedangkan Kemdagri juga belum memaparkan hasil dari pelaksanaan anggaran Rp 800 miliar pada 2003-2009. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memerintahkan penyelesaian pemberian NIK kepada setiap penduduk selama lima tahun sejak disahkannya UU No 23/2006. Dengan demikian, pemerintah harus menyelesaikan NIK pada 2011.

”Kalau untuk memutakhirkan data penduduk kenapa harus sebesar itu? Bukankah beberapa daerah sudah menerapkan sistem NIK. Saya khawatir anggaran sebesar itu digunakan untuk penggantian NIK di semua daerah,” kata Arif.

Arif menambahkan, dikhawatirkan ada pemborosan anggaran karena setiap daerah juga menganggarkan pemutakhiran data penduduk dalam APBD. ”Bisa jadi ada pemborosan,” ujarnya.

Namun, secara terpisah, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah masih menghadapi kendala pendanaan. Padahal, dana itu digunakan untuk memulai verifikasi data mulai dari kelurahan atau desa hingga tingkat nasional.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kemdagri Saut Situmorang mengatakan, NIK yang sudah diterapkan di daerah disesuaikan dengan sistem nasional yang sudah dibuat oleh Kemdagri. ”Kalau ada daerah yang sudah maju dengan sistem NIK, tinggal bagaimana mengintegrasikan supaya bisa lebih kompatibel dengan sistem nasional,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, uji coba NIK di enam kabupaten/kota berjalan lancar. ”Pemerintah memberikan NIK tunggal kepada setiap penduduk dan KTP berbasis NIK secara nasional yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip yang disebut elektronik KTP (e-KTP),” kata Saut.

Pada 2010, anggaran yang diajukan untuk uji coba e-KTP di enam daerah sebesar Rp 598,009 miliar. Sementara untuk 2011, Kemdagri mengajukan anggaran sebesar Rp 2,065 triliun yang akan digunakan untuk penerapan e-KTP di 191 kabupaten/kota. Pada 2012, Kemdagri mengajukan anggaran sebesar Rp 3,953 triliun untuk 300 kabupaten/kota.

Uji coba dilakukan di Denpasar, Yogyakarta, Padang, Makassar, Cirebon, dan Jembrana. Menurut Saut, hal-hal yang diujicobakan di enam daerah itu adalah mekanisme pencetakan e-KTP, pengintegrasian sistem nasional dan sistem daerah, serta pengintegrasian SIAK dan e-KTP. (SIE/HAR)***

Source : Kompas, Jumat, 29 Januari 2010 | 03:26 WIB

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Max @ Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:15 WIB
Ada baiknya NIK menjadi nomor utk surat lahir, KTP, passport, NPWP, SIM, sehingga menghindari penyalah gunaan dan hemat biaya trilyun rupiah. KKN jadi kurang.

rakyat @ Jumat, 29 Januari 2010 | 15:25 WIB
anggaran 6,9 trilyun cuma buat nomor penduduk( TIDAK PANTAS dikondisi: negara miskin,banyak pembagian raskin,banyak anak jalanan,banyak tdk sekolah, makan aking

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template