CARI BERKAH KLIK DI SINI

20 April 2010

Parpol Harus Siapkan Calon yang Berkualitas

KEPALA DAERAH

Parpol Harus Siapkan Calon yang Berkualitas

JAKARTA - Partai politik mempunyai tugas untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Untuk itu, dalam pemilu kepala daerah, parpol diharapkan menyaring calon-calon yang akan diajukan sebagai pemimpin daerah.

”Apabila banyak artis atau dinasti keluarga yang maju dalam pilkada (pemilu kepala daerah), itu kesalahan parpol yang terbentuk tanpa ideologi yang jelas. Akibatnya, demokrasi yang terbentuk adalah demokrasi prosedural, bukan substansinya,” kata Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Deddy Supriady Bratakusumah di Jakarta, Senin (19/4).

Deddy menanggapi munculnya fenomena politik dinasti dari kepala daerah yang berkuasa dan artis dalam pilkada tahun 2010 (Kompas, 19/4).

Sejumlah calon yang maju adalah istri atau anak kepala daerah petahana (incumbent). Terkait hal itu, Wakil Ketua Bidang Politik DPC PDI-P Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Dahono Marlianto dan Sekretaris DPC Sukoharjo Syarief Hidayatullah meluruskan tabel yang dimuat Kompas di halaman 1, kemarin. Dalam tabel disebutkan Titik Suprapti diusung PDI-P, Partai Golkar, dan PBB.

Menurut Dahono dan Syarief, DPC PDI-P Sukoharjo mencalonkan Wardoyo Wijaya dan Haryanto. Hal itu sesuai rekomendasi DPP PDI-P tanggal 21 Maret 2010 yang waktu itu ditandatangani Ketua DPP Puan Maharani dan Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Pramono Anung. ”Titik Suprapti diusung oleh Partai Golkar dan PBB,” kata Dahono dalam siaran persnya.

Sejumlah artis yang meramaikan pilkada, antara lain, adalah Julia Perez yang diusung sejumlah partai politik untuk maju dalam Pilkada Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Namun, Ketua DPP Partai Bulan Bintang Abdul Qadir Lamanele dan Sekjen DPP PBB Sahar L Hassan dalam siaran persnya menyatakan, partainya tidak pernah membicarakan, membahas, dan menetapkan dukungan kepada Julia Perez.

Membahayakan

Menurut Deddy, realitas banyaknya dinasti keluarga atau artis yang menjadi calon kepala daerah bisa membahayakan perkembangan demokrasi di Indonesia sehingga tak bisa menghasilkan pemimpin yang berkualitas. ”Ke depan bisa muncul demokrasi tranksaksional, tawar- menawar antara penguasa dan pengusaha, atau bisa disebut ijon politik, misalnya kepala daerah tidak punya uang untuk sewa kapal untuk kampanye, kemudian meminjam ke konglomerat. Ketika terpilih, kepala daerah harus membalas jasa konglomerat, bisa dengan memberi izin tambang atau membangun pusat perbelanjaan,” katanya.

Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo mengatakan, PAN menetapkan tiga kriteria, yaitu integritas, kapasitas, dan elektabilitas, dalam menentukan calon kepala daerah.

PAN tidak mengutamakan popularitas dalam memilih calon kepala daerah. Popularitas dinilai tidak menjamin seseorang bisa terpilih dalam pilkada. ”Banyak artis yang tidak terpilih ketika ikut pilkada, begitu pula dalam pemilu legislatif,” katanya.

Dradjad juga mengatakan, dalam pemilihan kepala daerah, PAN menganut desentralisasi sehingga pemilihan calon bupati/wali kota ditetapkan oleh DPD provinsi, sedangkan calon gubernur ditetapkan oleh DPP.

Pengajar Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, Senin, menilai, praktik rezim keluarga dalam pilkada tidak jauh berbeda dengan praktik feodalisme pada masa lalu.

Kondisi itu, kata Andrinof, dikhawatirkan akan merusak sistem demokrasi. Pemilihan kepala daerah dengan calon dari orang-orang yang masih punya hubungan keluarga dengan pihak incumbent membuat aspirasi masyarakat menjadi semu.

Andrinof mengkritik Komisi Pemilihan Umum di pusat dan daerah yang seharusnya sadar bahwa tugas dan tanggung jawab mereka bukan sekadar mendidik masyarakat untuk asal tahu soal tata cara memilih dalam pemilihan langsung.

Karena itulah, praktisi hukum Bambang Widjojanto dalam dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Daerah mengatakan, masyarakat harus mewaspadai kepala daerah petahana yang mencalonkan diri kembali. Alasannya, mereka memiliki potensi menyalahgunakan kewenangan dengan cara mengintervensi penyelenggara dan birokrasi, atau menggunakan anggaran daerah.

Bagi Akbar Faizal, Ketua Partai Hati Nurani Rakyat, partainya memang ingin menang dalam pilkada, tetapi tetap berdasarkan rasionalitas politik yang sehat. ”Misalnya, untuk pilkada di Pacitan, kami belum dan sepertinya tidak akan memutuskan mengusung artis Julia Perez. Bagi kami, Julia sudah cocok sebagai artis,” kata Akbar.

Menurut Sekjen PDI-P Tjahjo Kumolo, semua orang punya hak untuk mendaftar menjadi bakal calon kepala daerah. Namun, PDI-P memiliki mekanisme penjaringan calon, antara lain uji kelayakan dan kepatutan, komitmen ideologi, dan lewat survei. (NIK/SIE/NWO/DWA/NTA/Kompas) ***

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

john manasye @ Selasa, 20 April 2010 | 08:25 WIB
gimana bisa harapkan parpol klo parpol aja pake dinasti... yang jelas parpol kita justru menyuburkan praktek dinast

Source : Kompas, Selasa, 20 April 2010 | 03:51 WIB

Calon Kepala Daerah Tidak Cacat Moral

Gamawan Fauzi. (AIC)***

Calon Kepala Daerah Tidak Cacat Moral

Syarat Berpengalaman Dinilai Terlalu Berlebihan

JAKARTA - Pemerintah akan menambah kualifikasi yang disyaratkan untuk pencalonan kepala daerah pada revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selain syarat berpengalaman dalam pemerintahan, calon juga tidak cacat moral.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan hal itu seusai pembukaan Musyawarah Nasional Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/4). ”Kita akan masukkan pada revisi UU No 32/2004 persyaratan bahwa calon kepala daerah setidaknya punya pengalaman bidang pemerintahan,” ujarnya.

Pengalaman bidang pemerintahan, kata Gamawan, bukan hanya pada suprastruktur politik, seperti lembaga eksekutif dan legislatif, melainkan juga bisa merupakan pengalaman di infrastruktur politik, seperti partai politik dan organisasi massa.

”Jangan tidak ada pengalaman, tetapi karena populer, lantas mau jadi kepala daerah. Kasihan jutaan penduduk akan dipertaruhkan karena manajemen adalah kepemimpinan,” katanya. Berapa lama pengalaman yang dibutuhkan, menurut Gamawan, akan dirumuskan lebih teknis.

Persyaratan lain bagi calon kepala daerah yang juga akan dituangkan pada revisi UU No 32/2004 itu adalah ketentuan bahwa orang yang dicalonkan itu tidak cacat moral. ”Misalnya, ada video berzina, itu sudah tidak boleh, harus dibatalkan oleh KPU,” ujarnya.

UU No 32/2004 saat ini sudah menetapkan 16 kualifikasi yang harus dipenuhi calon kepala daerah, termasuk menyangkut batasan usia serta keharusan mengenal dan dikenal di daerah pemilihannya. Meski demikian, pemerintah menilai, kualifikasi itu belum memadai sehingga diperlukan perubahan UU. ”Sekarang ini sedang kami persiapkan drafnya,” ujar Mendagri.

Gamawan menekankan, penambahan kualifikasi itu tidak hanya dimaksudkan untuk merespons banyaknya artis yang ikut dalam pencalonan kepala daerah. ”Enggak hanya artis, orang-orang populer yang sama sekali tak punya pengalaman, saya kira tidaklah,” ujarnya.

Respons berlebihan

Namun, syarat berpengalaman bidang pemerintahan bagi calon kepala daerah dinilai terlalu berlebihan. Mantan anggota Panitia Pengawas Pemilu 2004, Didik Supriyanto, Jumat, mengatakan, syarat tambahan bagi calon kepala daerah itu terkesan seperti respons yang berlebihan dari pemerintah terhadap kekhawatiran calon yang tidak mempunyai kapasitas sebagai kepala daerah. ”Inilah yang namanya demokrasi, siapa pun berhak memilih dan dipilih. Kalau memang pilihan rakyat itu salah, masih bisa dikoreksi pada pemilu berikutnya. Karena itulah masa jabatan kepala daerah dibatasi supaya bisa mengoreksi pilihan rakyat,” kata Didik.

Didik melanjutkan, apabila saat ini banyak orang yang tidak berpengalaman, hal itu sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Dia mencontohkan banyaknya pejabat bertahan (incumbent) yang tidak terpilih lagi dalam pilkada menunjukkan bahwa masyarakat sudah cerdas memilih pemimpinnya.

Optimisme

Pada kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengungkapkan optimismenya bahwa pilkada yang digelar tahun ini akan berjalan baik dan lebih tertib.

”Tahun 2009 ada ratusan pilkada juga dan itu cukup bagus. Kalaupun ada silang sengketa, silang pendapat, ada yang tidak terima, kan ada mekanismenya, ke KPU, Bawaslu, Bawasda,” ujar Djoko Suyanto.

Terkait dengan biaya tinggi pada pilkada, Djoko menegaskan, hal itu hanya dapat ditekan dengan memastikan tidak ada politik uang. ”Ini berpulang bagaimana kandidat, bagaimana juga pada masyarakatnya sendiri,” kata Djoko. (DAY/SIE/Kompas) ***

Source : Kompas, Sabtu, 17 April 2010 | 03:10 WIB

Ada 7 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

bagman @ Senin, 19 April 2010 | 12:47 WIB
yang boleh cacat moral itu DPR, Pegawai Pajak, polisi, jaksa..................ya semua pns harusnya tidak cacat moral

Charisma @ Sabtu, 17 April 2010 | 12:53 WIB
Hati2i, mslah cacat mora disyaratakan bisa jadi bahan (isu) serangan antar calon. Gesekan arus bawah akan mudah terjadi. jadi biarkan saja rakyat yang menilai.

Ari Prasetyohadi @ Sabtu, 17 April 2010 | 09:32 WIB
Moral baik harus menjadi syarat mutlak bagi seseorang yang ingin menjadi anggota eksekutif,judikatif dan legislatif, bisa ru sak negara kita

Ari Prasetyohadi @ Sabtu, 17 April 2010 | 09:28 WIB
Moral yang baik harus menjadi syarat mutlak bila seseorang mau menjadi anggota legislatif , judikatif,dan eksekutif,bila tidak, rusak negara kita

Ari Prasetyohadi @ Sabtu, 17 April 2010 | 09:24 WIB
Di Amerika Serikat saja,moral yang baik menjadi pertimbangan mutlak,jangan melaksanakan Demokrasi asal asalan bisa rusak negara kita.

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template