CARI BERKAH KLIK DI SINI

27 Januari 2010

Anggaran Pilkada Indramayu Seret

PEMILIHAN BUPATI INDRAMAYU

Anggaran Pilkada Indramayu Seret

Jadwal Pelaksanaan Terancam Molor

INDRAMAYU, Pendopo Indramayu - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Indramayu bersikeras bahwa anggaran pemilihan kepala daerah Indramayu tahun 2010 sebesar Rp 21 miliar tidak mencukupi. Dana minimal yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pilkada satu putaran adalah Rp 23 miliar.

Anggota KPU Indramayu, Madri, Senin (25/1), mengatakan, pihaknya tetap meminta anggaran dana yang telah disetujui DPRD Indramayu dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) itu ditambah. Semula KPU Indramayu mengajukan kebutuhan dana pilkada putaran pertama Rp 27 miliar dan putaran kedua Rp 10 miliar.

Setelah dirasionalisasikan, dana yang dibutuhkan sedikitnya Rp 23 miliar untuk pilkada putaran pertama dan Rp 9 miliar untuk putaran kedua. "Total kebutuhan dana adalah Rp 32 miliar. Jika kurang dari itu, pelaksanaan akan terganggu, bahkan mungkin pilkada tak bisa dilakukan," ujar Madri.

Dari Rp 23 miliar, 60 persen di antaranya adalah untuk honor panitia pelaksana dari tingkat kecamatan hingga desa. Sisanya untuk kebutuhan logistik dan operasional. Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pilkada, honor panitia pemilu tidak boleh lebih rendah daripada pemilu sebelumnya, yakni Pemilu Presiden 2009. Adapun yang dianggarkan DPRD mengacu pada honor pemilihan gubernur 2008.

Contohnya, honor ketua Panitia Pemilihan Kecamatan dan anggota pada Pilpres 2009 adalah Rp 1 juta dan Rp 750.000 per bulan, sedangkan yang dianggarkan hanya Rp 450.000 dan Rp 400.000 per bulan. Kewajiban penambahan tiga pengurus Sekretariat Pemungutan Suara dan proses pilkada yang lebih lama, dari enam menjadi delapan bulan, juga membuat anggaran pilkada membengkak.

KPU Indramayu meminta Sekretaris Daerah dan Badan Anggaran DPRD mengusahakan anggaran pilkada Indramayu tak kurang dari Rp 32 miliar. untuk dua putaran. Targetnya, Pemkab Indramayu mengajukan koreksi RAPBD yang sedang dievaluasi Gubernur Jabar.

Seretnya penyusunan anggaran dikhawatirkan membuat pelaksanaan molor dari rencana tahapan pertama bulan April. Persiapan teknis belum bisa dilakukan karena anggarannya tidak memadai.

Dibandingkan dengan anggaran pilkada di sejumlah kabupaten di Jabar tahun 2010, anggaran pilkada Indramayu paling rendah. Pada pilkada Cianjur dengan perkiraan pemilih 1,2 juta orang, anggaran yang disetujui Rp 23 miliar (putaran pertama). Anggaran pilkada Sukabumi dengan jumlah pemilih 1,6 juta orang sebesar Rp 33 miliar. Sementara anggaran pilkada putaran pertama Kabupaten Bandung dengan perkiraan 2,2 juta pemilih sebesar Rp 36 miliar.

Jumlah pemilih di Indramayu diperkirakan bertambah 7 persen, dari daftar pemilih tetap (DPT) Pilpres 2009 sebanyak 1.316.140 orang, menjadi 1,4 juta orang. Data akurat ditetapkan pada Juli, atau sebelum penetapan calon pasangan. Sebelumnya, pada pemilihan gubernur 2008, jumlah pemilih dalam DPT Indramayu berkisar 2,45 juta orang. (THT/KOMPAS)***

Source : Kompas, Selasa, 26 Januari 2010 | 13:30 WIB

Kepala Desa Jeruk Terancam Diberhentikan

PEMILIHAN BUPATI

Kepala Desa Jeruk Terancam Diberhentikan

BLORA, Pendopo Indramayu - Kepala Desa Jeruk, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Budi Wiyanto, terancam diberhentikan dari jabatannya karena terbukti menjabat sebagai pengurus partai politik. Temuan tersebut diperoleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten Blora setelah mengklarifikasi yang bersangkutan.

Budi dinilai melanggar Pasal 43 huruf (a) Peraturan Daerah Nomor 6/2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa. Ia terancam diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala desa.

Ketua Panwaslu Kabupaten Blora Wahono, Selasa (26/1) di Blora, mengatakan, selain sebagai kepala desa, Budi menjabat sebagai Sekretaris PAC PDI-P Kecamatan Bogorejo sejak 2007.

Menurut Wahono, Perda No 6/2006 menyatakan, kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Kalau terbukti terlibat, Pasal 46 Ayat 2 huruf (j) Peraturan Daerah itu mengatur kepala desa yang bersangkutan harus diberhentikan.

"Kami sudah memperingatkan Budi pada pemilu legislatif dan presiden, tetapi peringatan tersebut diabaikan. Untuk itu, kami akan melaporkan hasil klarifikasi itu kepada Bupati Blora agar segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan," kata Wahono.

Panwaslu Blora khawatir apabila menjelang pemilihan nanti kepala desa yang menjabat pula sebagai pengurus partai politik memanfaatkan jabatannya. Dia bisa saja memengaruhi warga agar memilih salah satu pasangan tertentu.

Budi Wiyanto mengaku tidak mengetahui ada peraturan yang melarang kepala desa merangkap sebagai pengurus parpol. Ia membantah masih terlibat dalam kepengurusan partai.

"Saya sudah mengajukan surat permohonan mengundurkan diri kepada pengurus anak cabang karena ingin fokus menjadi kepala desa. Saya kira mereka telah memproses suratnya," kata dia. (HEN/Kompas)***

Source : Kompas, Rabu, 27 Januari 2010 | 13:10 WIB

KPU Daerah Tidak Perlu Resah

PANWAS PILKADA

KPU Daerah Tidak Perlu Resah

JAKARTA, Pendopo Indramayu - Komisi Pemilihan Umum meminta kepada KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang bermasalah dengan pembentukan Panitia Pengawas Pemilu Kepala Daerah (Panwas Pilkada) untuk tidak resah. Rencananya, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan rapat konsultasi dengan Komisi II DPR terkait dengan masalah Panwas Pilkada pada Kamis (28/1).

”Kami meminta supaya KPU di daerah menahan diri meski dinamika politik di sana sudah mulai menghangat. Tunggu saja sampai Kamis setelah rapat konsultasi dengan DPR. Selama ini KPU memang belum ada titik temu dengan Bawaslu,” kata anggota KPU, I Gusti Putu Artha, di Jakarta, Selasa (26/1).

Masalah pembentukan Panwas Pilkada bermula ketika KPU dan Bawaslu menandatangani surat edaran bersama (SEB). Setelah SEB ditandatangani, Bawaslu melantik Panwas Pemilu Presiden menjadi Panwas Pilkada. Pelantikan itu mengundang protes dari beberapa KPU daerah yang sudah melakukan seleksi calon anggota Panwas Pilkada, tetapi hasilnya tidak dipakai oleh Bawaslu.

Menurut Putu, dalam rapat koordinasi KPU provinsi, pekan lalu, Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa Panwas Pilkada yang berhak mendapatkan anggaran adalah Panwas yang diseleksi sesuai dengan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.

Anggota KPU Sumbawa, Sudirman, mengatakan, KPU tidak mengakui Panwas Pilkada yang sudah dilantik oleh Bawaslu. ”Kami sudah melakukan seleksi sesuai dengan UU No 22/2007 dan kami sudah menyerahkan enam nama hasil tes tertulis kepada Bawaslu, tetapi hasil seleksi itu tidak diproses,” katanya.

Bahkan, kata Sudirman, salah satu anggota Bawaslu meminta KPU Sumbawa untuk mengikutkan dua anggota Panwas Pilpres untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan.

”Kami tidak mau karena dua orang itu tidak layak dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Satu orang tidak ikut seleksi dan satu orang lagi tidak lolos ujian tertulis. Ini menunjukkan bahwa Bawaslu tidak profesional. Kami juga meminta SEB dicabut saja,” kata Sudirman.

Secara terpisah, anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina, mengatakan, semua langkah yang dilakukan oleh Bawaslu telah sesuai dengan SEB. (SIE/Kompas)***

Source : Kompas, Rabu, 27 Januari 2010 | 03:24 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Ramlil @ Rabu, 27 Januari 2010 | 14:09 WIB
Bawaslu telah mengangkangi UU No. 22 th 2007 Bawaslu telah melanggar SEB yang telah disepakati Panwas Pilkada Yang dilantik Bawaslu ILEGAL

KPU Diminta Tidak Hanya Menuntut Pencairan Anggaran

PILKADA

KPU Diminta Tidak Hanya Menuntut Pencairan Anggaran

JAKARTA, Pendopo Indramayu - Komisi Pemilihan Umum diminta tidak hanya menuntut pencairan anggaran dana hibah pemilihan kepala daerah saja, tetapi juga harus mempertanggungjawabkannya. Hingga kini masih ada beberapa daerah yang belum ada kejelasan mengenai anggaran dana hibah pilkada, padahal tahapan pilkada sudah mulai berjalan.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan, Selasa (26/1), mengatakan, berdasarkan data hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I-2009 disebutkan, masih banyak KPU daerah yang belum bisa mempertanggungjawabkan dana hibah pilkada tahun 2007 dan 2008. Data Fitra menyebutkan, dari tujuh daerah yang mendapatkan dana hibah pilkada, ada dana Rp 29,075 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh KPU daerah.

”Jadi, KPU sebaiknya juga tidak hanya menuntut pemda untuk segera mencairkan anggaran, tetapi juga melakukan pembenahan akuntabilitas pengelolaan anggaran di tubuh KPU sendiri. Bisa jadi ada trauma pemda dalam mencairkan anggaran hibah pilkada kalau KPU tidak akuntabel,” kata Yuna.

Yuna juga mengatakan, dana bantuan sosial ormas yang dikeluarkan pemda pada tahun pilkada juga tak bisa dipertanggungjawabkan. Data Fitra menyebutkan, sekitar Rp 2,04 triliun belum bisa dipertanggungjawabkan.

Menanggapi hal itu, anggota KPU, I Gusti Putu Artha, mengatakan, saat ini KPU memang berhati-hati dalam masalah anggaran sehingga pengawasan kepada KPU daerah juga ditingkatkan. ”Tetapi, saya meragukan data itu karena kalau merujuk mekanisme prosedur pertanggungjawaban keuangan daerah, seharusnya pertanggungjawaban kepala daerah yang salah satu isinya dana hibah pilkada pasti tidak diterima oleh DPRD kalau masih bermasalah,” kata Putu. (SIE/Kompas)***

Source : Kompas, Rabu, 27 Januari 2010 | 03:19 WIB

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template