Menhuk dan HAM: Aturan Harus Dijalankan
SANUR, BALI - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyatakan, warga negara asing yang ingin mendapatkan kartu surat kependudukan Indonesia, seperti kartu tanda penduduk dan paspor, harus terlebih dulu menjadi warga negara Indonesia. Karena itu, penerbitan KTP dan paspor Indonesia untuk WNA tanpa pemenuhan persyaratan itu adalah pelanggaran.
”Jika tiba-tiba mendapat KTP, tentu tidak boleh dan tidak dibenarkan. WNA yang mempunyai paspor dobel pun tidak akan bisa karena akan langsung ter- cancel (ditolak) oleh sistem kita,” kata Patrialis seusai membuka Rapat Kerja Nasional Ikatan Notaris Indonesia (INI) sekaligus meresmikan aplikasi Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) generasi baru di Sanur, Bali, Jumat (29/1).
Seperti diberitakan, puluhan WNA memiliki KTP Indonesia di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Keberadaan mereka tercium pihak imigrasi saat berusaha mendapatkan paspor Indonesia. Mereka diduga menyalahgunakan KTP, antara lain untuk membuka usaha di Kupang.
Patrialis menyatakan, untuk memperoleh hak menjadi WNI (naturalisasi), seorang WNA harus memenuhi sejumlah persyaratan. Hal itu sebenarnya tidak sulit, tetapi tetap harus mengacu pada peraturan hukum dan kependudukan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Secara terpisah, anggota Komisi II DPR periode 2004-2009, Ferry Mursyidan Baldan, menyatakan, penerbitan KTP Indonesia untuk WNA termasuk dalam kategori pemalsuan luar biasa. Ferry mengusulkan dilakukannya dua tindakan, yakni pembatalan semua KTP yang sudah diterbitkan dan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang menerbitkan. (ben)***
Source : Kompas, Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:43 WIB
0 komentar:
Posting Komentar