SUNGAI CIMANUK
Anugerah Sekaligus Malapetaka
Seperti dua sisi mata uang, melimpahnya air yang mengalir di Sungai Cimanuk membawa keuntungan sekaligus malapetaka di daerah yang dilintasinya. Di satu sisi pasokan air irigasi lebih dari cukup untuk menanam padi, tetapi di sisi lain bahaya banjir menghantui setiap saat.
Waswas bercampur resah adalah perasaan yang kini sedang menyelimuti warga Desa Bangkaloa, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, serta warga Kecamatan Kertajati dan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Sebab, tanggul Sungai Cimanuk yang menjadi urat nadi kehidupan mereka longsor dan jebol.
"Tidur rasanya tidak nyenyak, apalagi kalau ada hujan deras. Khawatir kalau tiba-tiba air sungai meluap dan tanggulnya jebol," ujar seorang nenek, warga Desa Bangkaloa, yang rumahnya 50 meter dari tanggul Sungai Cimanuk yang longsor, Selasa (23/2).
Wartono (35), warga desa lain, merasakan hal serupa. Terlebih lagi, sampai hari ini tanggul terus-menerus longsor akibat terkikis air sungai yang meluap.
Wajar saja mereka khawatir karena tinggi muka air Sungai Cimanuk, di titik perhitungan tinggi muka air Majalengka, mencapai 2,9 meter. Bahkan tinggi muka air Bendung Karet Bangkir, Indramayu, daerah hilir, sudah 5,2 meter, yang artinya berstatus siaga dua. Curah hujan pun diperkirakan masih tetap tinggi sampai awal Maret.
Padahal, air yang berlimpah adalah anugerah bagi Wartono dan warga desa. "Saat (debit) air sungai naik, banyak ikan yang terbawa dan mudah sekali dijaring. Warga akan menjaringnya untuk dijual," katanya.
Bukan hanya warga Desa Bangkaloa yang senang. Sejumlah warga Desa Rambatan Kulon di sekitar Bendung Karet Bangkir juga ikut gembira. Kayu dan ranting yang terhanyut oleh aliran sungai merupakan berkah yang mereka nantikan setiap musim hujan.
Dengan menggunakan bangkol, sebilah bambu sepanjang 2-3 meter yang diberi besi pengait, mereka memunguti kayu dan ranting yang hanyut terbawa aliran sungai. Satin (55), warga Desa Rambatan Kulon, mengatakan, sehari dia bisa mendapat 4-5 kubik kayu yang bisa dipakai memasak selama dua pekan.
"Dengan kayu kami bisa menghemat. Pakai elpiji, seminggu habis satu tabung. Harganya (eceran) Rp 14.000 per tabung," kata Satin.
Gotong royong
Sebenarnya kegelisahan warga ketika air Sungai Cimanuk melimpah itu dipicu kondisi tanggul yang kritis dan rawan jebol. Jika jebolnya tanggul di Desa Kertajati, Kecamatan Kertajati, tidak segera diatasi, misalnya, dipastikan 500 hektar sawah akan terendam banjir, termasuk ribuan rumah penduduk.
"Untuk melindungi lingkungan sendiri, kenapa tidak mau sukarela? Makanya, kami gotong royong bangun tanggul darurat. Jangan sampai tanggul jebol karena yang jadi korban warga desa juga," ungkap Kasta (45), warga desa yang sehari-hari bekerja sebagai petani.
Dengan bergotong royong, pembangunan tanggul darurat sepanjang 30 meter dengan tinggi 2,5 meter itu dipastikan selesai kurang dari seminggu. Warga memahami, Sungai Cimanuk adalah sumber kehidupan mereka. Namun, jika mereka tak menjaganya, sungai itu akan berbalik menjadi biang kehancuran.(Timbuktu Harthana)***
Source : Kompas, Rabu, 24 Februari 2010 | 11:31 WIB
0 komentar:
Posting Komentar