Dunia Pendidikan Rentan Korupsi
Mahasiswa Harus Ikut Mengawasi Lingkungan Kampus
BANDUNG - Praktik korupsi juga rentan terjadi di dunia pendidikan. Bentuknya beragam, dari mencontek hingga perilaku dosen atau pegawai administrasi yang menyalahgunakan keuangan negara sehingga divonis melakukan tindak pidana korupsi.
"Lingkungan pendidikan tidak lepas dari tindakan korupsi, dari yang merugikan siswa lain hingga negara," kata Tama S Langkum dari Divisi Investigasi Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch dalam Seminar Pemberantasan Korupsi dari Perspektif Politik, Hukum, dan Budaya di Kampus D-3 Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung, Senin (1/3).
Tama mengatakan, bentuk korupsi di dunia pendidikan sangat beragam, dari mencontek hingga munculnya putusan hukum bagi dosen dan tenaga administrasi universitas akibat kasus korupsi. Selain itu, ada juga korupsi uang negara yang dilakukan penyelenggara pendidikan, di antaranya penerapan strategi pembiayaan berdasarkan proyek wajib belajar. Jenis, jumlah, dan polanya tergantung dari tingkatan atau jenjang penyelenggara.
Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat dunia pendidikan, khususnya institusi pendidikan tinggi, ikut mengawal dan mengontrol keadaan yang menunjukkan indikasi korupsi. Ia yakin mahasiswa bisa memperkuat sistem hukum Indonesia lewat pengawasan di lingkungan kampus.
"Kerja mereka harus sejalan dengan kinerja dosen dan warga kampus lain. Bila hanya dilakukan secara parsial, dikhawatirkan tidak akan terjadi fungsi kontrol yang saling membangun di tingkat kampus," ia menjelaskan.
Pengamat kebijakan hukum Unpad, Dede Mariana, menambahkan, kalangan mahasiswa juga rentan menjadi pelaku korupsi. Contoh kasus, banyak mahasiswa enggan mengikuti prosedur hukum ketika melanggar lalu lintas atau mendapatkan kartu tanda penduduk. Mereka rata-rata mengandalkan jalan pintas dengan menyodorkan uang dalam jumlah tertentu kepada aparat yang berwenang.
"Mahasiswa sering kali tidak menyadari bahwa mereka juga menjadi salah satu pihak yang melanggengkan budaya korupsi di tengah masyarakat," katanya.
Buruknya sistem
Pembicara lain, antropolog Yudistira K Garna, menyatakan, perilaku korupsi di universitas atau lingkungan lebih besar sebenarnya memperlihatkan gejala yang sama, yaitu buruknya sistem dan kontrol pemerintah dan masyarakat selama ini. Hal ini memicu banyak orang melakukan beragam penyimpangan dengan alasan ada celah yang bisa dimanfaatkan.
Menurut dia, tindakan represif dan pengawasan ketat tidak dapat dimungkiri harus tetap dilakukan. Namun, hal itu tidak cukup efektif karena korupsi di Indonesia sering muncul karena kebiasaan masyarakat. Contohnya adalah pemberian parsel atau bingkisan sebagai ucapan terima kasih.
Oleh karena itu, ia berharap agar ada semacam pendidikan moral kepada masyarakat yang mengarah pada perbaikan diri sendiri. Perlu ditekankan kesadaran pribadi daripada menakut-nakuti masyarakat dengan hukuman berat.
"Tidak mudah mencari alasan mengapa seseorang melakukan tindak korupsi. Kapasitas seseorang dalam menjalankan budaya tergantung dari orang itu sendiri dan sejauh mana memberi arti pada perilakunya," ujar Yudistira. (CHE)***
Source : Kompas, Selasa, 2 Maret 2010 | 17:13 WIB
0 komentar:
Posting Komentar