CARI BERKAH KLIK DI SINI

2 Agustus 2010

PILKADA INDRAMAYU : Mengukir Sisa Hujan (Tandi Skober)

FORUM BUDAYA

Mengukir Sisa Hujan

Oleh Tandi Skober

Kanda, wajahmu serupa bunga cempaka yang gugur

ke merah tanah. Sisa air hujan belum mengering di ujung

tapak kakimu. Apa yang kau renungkan sehabis sisa usia

tinggal sekejap nyala lilin?

Dinda, tuntun aku ke sisi kanan Baitullah.

("Mengukir Sisa Hujan", Sony F Maulana, halaman 76)

Sajak Sony Farid Maulana ini menyelinap di ruang kalbu saya saat hiruk-pikuk pemilu kepala daerah Indramayu menjadi payung kamiteggeng tak berbentuk. Nalar saya berlari jauh pada subuh bertasbih, abad XVI, ketika Raden Wiralodra mengalirkan zikir di Sungai Cimanuk yang sunyi, embun menjadi rembulan di wajah Nyi Endang Darma Ayu. "Ing lelabuhanipun," lirih Wiralodra bertutur. "Hawya kongsi buang palupi, menawa tibeng nispa, ina estinipun senandyan tekading budya, tan prabeda panduming dumadi, Darma Ayu, marsudi ingkang kahutamaan wadon nir wadonira." Pengabdian itu hendaknya tidak melupakan hal yang baik.

Sebab, saat jatuh ke ruang nista, hina, meski itu atas nama keluhuran budi, toh di sini tidak ada lagi kearifan luhur lelaku budi. Bercerminlah pada harkat hidup, wahai Nyi Endang Darma, sebagai seorang wanita yang memiliki keutamaan linuwih.

Nyi Endang Darma menunduk. Wanodya ayu itu sadar, seusai tandang tandining perdebatan panjang dengan Raden Wiralodra, yang ia dapatkan adalah langkah kalah yang salah. Bibirnya mengalirkan suara, "Tan prabeda panduming dumadi." Bercerminlah pada harkat hidup. Setelah itu, ia manjing ning sejroning kali. Air mengaliri tangan, wajah, kepala, hingga kakinya. Bersuci fitri. Dan? Lihat, saat Ki Tinggil mengumandangkan azan dan Raden Wiralodra melihat butir-butir air wudu di wajah Nyi Endang Darma, cinta pun turun. Shalat berjemaah menghadirkan srengenge kinasih di padukuhan yang kelak bernama Sindang Darma Ayu itu.

Sindang Darma Ayu di abad XVI adalah padukuhan yang bergerak dalam rotasi sejarah yang tak terdeteksi. "Abad XVI menjadi anak tiri yang telantar dalam sejarah Jawa yang gelap," ucap budayawan berwajah istikamah, Supali Kasim. Majapahit redup. Padjadjaran runtuh. Demak, Cirebon, dan Banten menjadi ikon tandaning srengenge kembar lelima. Akan tetapi, dalam ruang gelap selalu saja ada nur mancur cahyaning kearifan linuwih. Raden Wiralodra lebih memilih nama Darma Ayu ketimbang nama dirinya untuk dijadikan tetenger padukuhan. Cenderung kolutif

Adakah isyarat dari album gelap masa lalu itu kini diadopsi Irianto MS Syafiuddin sebagai kepatutan yang layak dalam menempatkan wanodya tercintanya, Anna Sophana, sebagai bakal calon bupati Indramayu 2010-2015 ? Tak jelas. Yang pasti, tentu ini hanya olok-olok pilkada. "Air cucuran birokrasi jatuhnya ke pangkuan istri juga," ucap saya untuk diri saya sendiri. Atau ini sejenis keajaiban-keajaiban pedih yang mustahil terdeteksi ketika nasib istri diposisikan sebagai wong wadon iku suarga nunut neraka katut ?

Artinya, wanita tercipta di sebuah ruang yang disucikan. Ia kudu nunut ke mana arah langkah sang suami.

Memang kini langit-langit Indramayu tidak lagi sepi dari hiruk-pikuk demokratisasi. Atmosfer era globalisasi bergerak bagai awan hitam yang di setiap tempat mengucurkan banyak air mata dehumanisasi. Awan hitam demokrasi itu diisyaratkan Raden Wiralodra sebagai "Yen ana taksaka nyabrang kali Cimanuk/Sumur kejayan deres milih Delupak murub tanpa patra (Jika ada ular menyeberangi Sungai Cimanuk/Sumur kejayaan mengalir deras/Lampu menyala tanpa minyak)."

Taksaka tentu tidak hanya bermakna ular, tetapi juga dapat ditakwil sebagai arak-arakan politik yang terjebak dalam lingkaran humanisme sekuler. Adalah transformasi yang sistematis meski saya meyakini sebagai perusakan struktur kultur lama melalui penetrasi struktur kultur yang baru.

Akan halnya Delupak murub tanpa patra lebih dimaknai sebagai demokratisasi dalam kebenderangan transparan luar biasa. Bila Wiralodra memahat cintanya kepada Nyi Endang Darma hanya dalam bentuk nama padukuhan, para pengusung kebebasan wanita abad ini menjargonkan hak asasi manusia dalam mangkok-mangkok yang memabukkan. "Namanya saja bupati, ya harus berkelamin ibu-ibu," ucap saya untuk diri saya sendiri. "Kecuali wali kota, seperti halnya wali nikah, ya kudu berkelamin pria."

Yang menarik, para elite Golkar mengusung Anna Shopana sebagai esensi dari lakon politik kekinian. Apa artinya? Politisi dan cendekiawan itu cenderung kolutif dalam mengobsesikan diri menjadi bintang yang namanya akan dicatat sepanjang zaman. Mereka memanipulasi ramalan cuaca menjadi amalan cuaca, memanipulasi masa depan melalui berbagai hipotesis prediktif yang berakar pada jaringan doktriner politika. Hingga tak aneh bila pepatah Latin mengatakan, corruption optime pessima. Hiruk-pikuk manipulasi manusia papan atas pada hakikatnya adalah wajah buruk demokrasi. Anomali ambisi

Siluet warna senja jatuh di Kali Cimanuk, Raden Wiralodra sedakep sinuku tunggal. Bibirnya bergetar alirkan zikir. Di sudut kamar, Nyi Endang Darma memahat batu nisan dengan senyum Dermayon. Ia ukir sisa hujan. Ia berbisik lirih, "Kanda, wajahmu serupa bunga cempaka yang gugur ke merah tanah. Sisa air hujan belum mengering di ujung tapak kakimu. Apa yang kau renungkan sehabis sisa usia tinggal sekejap nyala lilin?"

Wiralodra menghela napas, terus bertutur lirih, "Dinda, tuntun aku ke sisi kanan Baitullah." Nyi Endang tersenyum. Ia dekati Raden Wiralodra. Ia saksikan sosok pria istikamah. Tak tertelikung linglung lenga lantung. Pria agung yang tawafi ruang cur mancur cahyaning ilahiah. Adalah nur iman, nur elmu, nur ekonomi, nur kultural, nur kebenaran, nur rasa, nur rosa, nur nalar. Nurudin! Itulah inti dari Darma Ayu. Adalah cur cahyaning wanodya ayu.

Sajak Sony F Maulana dan uler-uler Wiralodra tentu hanya serpihan gelisah yang menyejarah. Sebuah igau peradaban yang mengalirkan isyarat bahwa di puncak kekuasaan selalu ada kesepian yang senyap sekaligus ambisi yang anomali. Andai saja Bupati Irianto MS Syafiuddin membaca uler-uler Wiralodra abad XVI dan sajak Sony F Maulana abad XXI, tak mungkin mengukir sisa hujan di sisa batas usia pengabdiannya....

Tandi Skober,

Penulis Lepas

Source : Kompas, Sabtu, 31 Juli 2010 | 14:46 WIB (Illustrasi : pendopoindramayu.blogspot.com)

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template