CARI BERKAH KLIK DI SINI

27 Maret 2011

OTONOMI DAERAH : Simalakama Pemekaran

Minggu,

27 Maret 2011

PENDOPO INDRAMAYU ONLINE

OTONOMI DAERAH

Simalakama Pemekaran

Belasan perwakilan masyarakat Cirebon, Jawa Barat, dan Provinsi Banten beramai-ramai mendatangi Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu. Mereka datang khusus untuk memperjuangkan usulan pemekaran daerah. Parlemen menjadi pilihan karena pemerintah masih menutup pintu bagi pemekaran daerah.

Perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon meminta Komisi II menindaklanjuti usulan Cirebon menjadi provinsi tersendiri, berpisah dari Jawa Barat. Setidaknya lima kabupaten/kota diusulkan bergabung menjadi Provinsi Cirebon, yakni Kabupaten Majalengka, Indramayu, Kuningan, dan Cirebon serta Kota Cirebon.

Adapun masyarakat Banten yang diwakili DPRD Provinsi Banten mengusulkan pembentukan Kabupaten Caringin dan Kabupaten Cibaliung, yang saat ini masuk wilayah Kabupaten Pandeglang.

Satu pekan sebelumnya, Komisi II juga menerima perwakilan masyarakat Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Mereka juga mengusulkan Pulau Sumbawa menjadi provinsi sendiri.

Kedatangan perwakilan masyarakat daerah ke Komisi II itu menunjukkan keinginan masyarakat untuk membentuk daerah otonom baru tidak pernah padam. Usulan pemekaran daerah terus mengalir dan menumpuk di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Hingga saat ini, DPR sudah menerima 98 usulan pembentukan daerah otonom baru, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Begitu pula DPD menerima sekitar 90 usulan daerah otonom baru. Adapun Kemdagri menerima 155 usulan pembentukan daerah otonom baru.

Banyaknya usulan pemekaran daerah menunjukkan seruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menangguhkan atau moratorium pemekaran daerah tidak diindahkan.

Ada sejumlah alasan yang membuat masyarakat ingin membentuk daerah otonom baru. Salah satunya karena cakupan wilayah geografis sebuah daerah otonom terlalu luas. Luasnya cakupan wilayah geografis menyebabkan masyarakat kesulitan mengakses pelayanan publik karena jauh dari pusat pemerintahan daerah.

Alasan lain yang biasanya muncul adalah ketertinggalan ekonomi dan ketimpangan pembangunan. Pemekaran dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan pembangunan mengingat setiap daerah otonom pasti memperoleh anggaran dari pemerintah pusat, baik berupa dana alokasi umum (DAU) maupun dana alokasi khusus (DAK).

Mayoritas pengusul juga mencantumkan tujuan utama pemekaran, yakni meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan terbentuknya daerah otonom baru, minimal ada peluang kerja baru sebagai pegawai negeri sipil. Perekonomian juga diharapkan tumbuh bersamaan dengan pembangunan infrastruktur sehingga terbentuk lapangan kerja baru.

Gagal

Namun kenyataannya, mayoritas daerah otonom baru yang terbentuk pascareformasi gagal mencapai tujuan menyejahterakan rakyat. Pembentukan daerah otonom baru umumnya hanya menguntungkan segelintir elite lokal.

Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R Siti Zuhro membenarkan bahwa mayoritas daerah otonom baru gagal. Kegagalan itu terjadi karena sebenarnya alasan politis lebih dominan ketimbang alasan lain. ”Terbukti bahwa elitelah yang mendorong pemekaran daerah. Namun, orientasinya untuk mengejar keuntungan politik dan ekonomi. Keuntungan politik dengan menguasai pemerintahan dan keuntungan ekonomi dengan menguasai proyek-proyek pembangunan di daerah,” katanya.

Daerah otonom baru juga lambat dalam mencapai tujuan peningkatan pelayanan publik dan efektivitas pemerintahan. Hasil evaluasi Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemdagri terhadap 57 daerah otonom baru di bawah tiga tahun menunjukkan, penyelenggaraan pemerintahan tidak efektif. Berbagai persoalan muncul, seperti sengketa batas wilayah, kurangnya sarana dan prasarana pemerintahan, pengalihan pegawai, serta masalah keuangan.

Sebagian besar daerah otonom baru kesulitan membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan karena minimnya sumber daya atau belum tergalinya potensi pendapatan. Untuk masalah keuangan, daerah otonom baru masih bergantung pada bantuan keuangan dari daerah induk dan alokasi anggaran dari pemerintah pusat. Dengan demikian, praktis penambahan daerah otonom baru justru membebani APBN.

Menurut data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, pada tahun 1999 total DAU yang ditransfer ke daerah baru Rp 54,31 triliun. Pada tahun 2009, jumlah itu melonjak menjadi Rp 167 triliun.

Kurun waktu 10 tahun itu, memang jumlah daerah otonom di Indonesia bertambah 205 daerah otonom, yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Saat ini, Indonesia memiliki 530 daerah otonom dan enam di antaranya merupakan daerah administratif.

Kegagalan itulah yang dijadikan salah satu pertimbangan pemerintah melakukan moratorium. Kemdagri merasa perlu menyusun desain besar penataan daerah sebelum mencabut status moratorium pemekaran daerah.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemdagri Djohermansyah Djohan mengungkapkan, usulan pemekaran rencananya mulai diproses setelah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah selesai direvisi.

Komisi II pun bertekad memperketat seleksi usulan pembentukan daerah baru. ”Kami tidak mau obral-obral lagi seperti yang lalu. Pemekaran dilakukan berdasarkan data faktual,bahwa daerah benar-benar layak dimekarkan,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR A Hakam Naja.

Memutuskan masalah pemekaran daerah sekarang ini memang seperti memakan buah simalakama. (Anita Yossihara)***

Source : Kompas, Minggu, 27 Maret 2011

KOMENTAR

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini.


  • Muhammad Luthfi

Kamis, 24 Maret 2011 | 08:32 WIB

Sebelum dilakukan pemekaran secara permanen, perlu dilakukan fit and proper test atas daerah baru yang akan dimekarkan. Seperti adanya daerah pra-pemekaran selama 2-3 tahun. Hasil evaluasi tersebut yang menjadi pertimbangan, apakah suatu daerah layak atau tidak dimekarkan.

Balas tanggapan

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template