CARI BERKAH KLIK DI SINI

21 April 2010

Aturan Pemilu Kepala Daerah Masih Lemah

Kekuasaan Bisa Kosong

Aturan Pemilu Kepala Daerah Masih Lemah

JAKARTA - Ikut sertanya kembali kepala daerah yang sudah menjabat dua periode dalam pemilu kepala daerah dengan mengambil posisi sebagai wakil kepala daerah berpotensi menimbulkan kekosongan kekuasaan. Kondisi itu bisa menimbulkan pemerintahan di daerah tidak stabil.

Untuk itu, pemerintah dan DPR perlu segera mewaspadai kondisi tersebut. Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Haryadi, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (20/4), mengatakan, potensi kekosongan kekuasaan itu terjadi jika kepala daerah dua periode yang maju sebagai wakil kepala daerah itu terpilih dalam pilkada. Jika kepala daerahnya berhalangan tetap, sesuai aturan, wakil kepala daerahlah yang harus menjadi kepala daerah pengganti.

Namun, wakil kepala daerah itu tidak otomatis bisa menggantikan posisi kepala daerah karena sudah dua kali menjabat kepala daerah sebelumnya sebagaimana tertera pada Pasal 58 Huruf o UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Haryadi menambahkan, untuk menunjuk pelaksana tugas harian kepala daerah juga tidak mungkin dilakukan karena masih ada wakil kepala daerah yang lebih berhak. ”Kekosongan hukum ini harus segera diatasi oleh pemerintah dan DPR,” ujarnya.

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Diponegoro, Semarang, Hasyim Asy’ari, menambahkan, kerumitan dalam menentukan posisi kepala daerah bila kepala daerahnya berhalangan tetap dan wakilnya tidak bisa menggantikan karena sudah dua periode menjabat kepala daerah merupakan cermin lemahnya hukum yang mengatur soal pilkada.

”Rencana perubahan UU No 32/2004 yang akan dipecah salah satunya dalam UU Pilkada harus mengantisipasi kasus-kasus yang kemungkinan bisa menimbulkan kekosongan hukum,” katanya.

Namun, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Sidiq, Senin, mengatakan, rancangan revisi UU No 32/2004 itu masih baru sampai ke tahap pengkajian. Jika pemerintah akan menambah persyaratan pencalonan, bisa dimasukkan ke dalam rancangan atau draf revisi UU No 32/2004.

Meski demikian, Mahfudz mengingatkan, aturan baru itu hendaknya tidak menimbulkan kekisruhan baru. Jangan sampai aturan itu bertentangan dengan aturan hukum yang lain.

Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan, salah satu persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam UU No 32/2004 adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Namun, Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow mengatakan, pemerintah tidak boleh membatasi warga negara untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah karena setiap warga negara memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

Maraknya kandidat artis dan keluarga pejabat petahana, kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo, sesungguhnya menunjukkan fenomena semakin menguatnya feodalisme kedaerahan. ”Otonomi daerah dengan pilkada langsung memapankan oligarki politik dan oligopoli ekonomi lokal,” katanya.

Mencuatnya artis dan keluarga petahana mendapat tanggapan pro dan kontra di masyarakat. Beberapa kandidat artis adalah Julia Perez di Kabupaten Pacitan dan Vena Melinda di Kabupaten Blitar, keduanya di Jawa Timur. (ita/ren/nik/mzw/nta/sie) ***

Source : Kompas, Rabu, 21 April 2010 | 03:22 WIB

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template