CARI BERKAH KLIK DI SINI

21 April 2010

PILKADA : Romantisme Orang Tua

PEMILU KEPALA DAERAH

Romantisme Orang Tua

Masih ingat lagu berjudul ”Pak Tua” yang dipopulerkan band asal Pasuruan, Jawa Timur, Elpamas? Lagu yang mencuat pada era Orde Baru itu liriknya tak pelak menggiring asosiasi orang pada sosok Presiden Soeharto yang tak jemu-jemu duduk di kursi kekuasaan selama 32 tahun.

Kekuasaan memang menghanyutkan. Jika tidak mawas diri, orang jadi lupa dibuatnya. Jika kekuasaan bisa terus-menerus dipegang, kenapa tidak...?

Fenomena itu kini menjadi gelombang besar di daerah. Orang tua yang telah lama malang melintang di jaringan kekuasaan berusaha dengan berbagai upaya meraih kekuasaan yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Bagi yang duduk di level tertinggi di daerah, ambisinya adalah mempertahankan kekuasaan, minimal di tangan keluarga dan kroninya.

Ajang pemilu kepala daerah (pilkada) akhirnya menjadi kompetisi pemain lama dan orang tua. Lagu ”Pak Tua” tak pernah usang, bahkan sekarang kian menemukan konteksnya dalam pilkada yang lebih tepat disebut ajang pacuan ambisi segelintir orang daripada pesta demokrasi rakyat.

Di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), saat ini digelar pilkada guna memilih gubernur dan wakil gubernur periode 2010-2015. Komisi Pemilihan Umum Kepri telah menetapkan tiga pasangan calon kepala daerah. Mereka adalah muka lama.

Pasangan calon nomor urut 1, Nyat Kadir-Zulbahri, adalah muka lama. Nyat Kadir (61) adalah Wali Kota Batam periode 2001-2005. Zulbahri adalah anggota DPR.

Pasangan nomor urut 2, Mohammad Sani-M Soerya Respationo, juga muka lama. Sani adalah wakil gubernur petahana (incumbent) yang umurnya 68 tahun. Soerya adalah Wakil Ketua DPRD Kepri yang dulunya Ketua DPRD Kota Batam.

Pasangan bernomor urut 3, Aida Zulaika Ismeth-Eddy Wijaya, setali tiga uang. Aida (62) maju menggantikan suaminya, Ismeth Abdullah, yang gagal mencalonkan diri kembali akibat ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi menyusul statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di Batam. Eddy Wijaya (57) adalah Sekretaris Daerah Kepri.

Pasangan calon kini tengah sibuk berkampanye. Lalu bagaimana dengan tugas mereka selaku pejabat publik?

Semuanya ramai-ramai menyerahkan tanggung jawabnya kepada pelaksana tugas dan mengklaim semuanya berjalan normal. Kalau roda pemerintahan bisa berjalan normal tanpa mereka, berarti tak ada urgensinya mereka mencalonkan diri menjadi gubernur dan wagub.

”Kita ini malang. Cari pemimpin itu seharusnya yang benar-benar punya kapasitas dan mau bekerja keras. Tetapi, sekarang ini kita dihadapkan pilihan yang jelek-jelek. Jadi, lagi-lagi kita harus memilih yang keburukannya paling sedikit di antara yang lainnya,” kata Sudirman (35), seorang pegawai swasta di Kota Batam.

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji, Tanjung Pinang, Zamzami A Karim, menyatakan, melihat komposisi calon yang ada, sulit diharapkan adanya pembaruan pembangunan di Kepri. Sosok muda yang berkapasitas idealnya lebih memiliki visi yang segar.

”Tak adanya kader partai politik yang maju sebagai calon merupakan bukti kegagalan parpol dalam menjalankan tugas pengaderan calon pemimpin. Maka yang terjadi adalah politik transaksional semata. Siapa yang bisa membayar perahu, dialah yang bisa maju,” katanya. (LAKSANA AGUNG SAPUTRA/Kompas)***

Source : Kompas, Rabu, 21 April 2010 | 03:23 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Yaning @ Rabu, 21 April 2010 | 11:15 WIB
"Kalau roda pemerintahan bisa berjalan normal tanpa mereka, berarti tak ada urgensinya mereka mencalonkan diri menjadi gubernur dan wagub." betul juga.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template