CARI BERKAH KLIK DI SINI

21 April 2010

Muhammadun AS : Pilkada dan Mangkunegara IV

Pilkada dan Mangkunegara IV

Oleh Muhammadun AS

Tahun 2010 ini, beberapa daerah di Jawa Tengah menggelar pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah. Slogan, selebaran, spanduk, dan berbagai atribut komunikasi publik bertebaran sampai ke pelosok desa. Mesin politik masing-masing calon mulai gerilya. Politik tebar pesona, tak pelak, hadir di semua lorong Jateng. Janji diobral bagai pakaian rombengan.

Slogan-slogan yang cerdas dan ndakik bertebaran di sudut kota dan desa. Semua bergemuruh riuh menghadapi pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah masing-masing.

Dalam momentum sekarang, menarik kalau warga Jateng menengok kembali peran strategis sosok bernama Mangkunegara IV. Beliau adalah sosok pemimpin di masa kolonial yang dengan teguh memperjuangkan nasib kesejahteraan warga Mangkunegaran dan sekitarnya. Ketika itu, tepatnya pascaberakhirnya sistem tanam paksa (cultuurstelsel) tahun 1870, pemerintah kolonial memberikan kebebasan kepada pengusaha swasta. Pengusaha Barat berbondong-bondong mendatangi Nusantara untuk menanam modal, baik dalam budidaya kopi, tembakau, dan tebu dengan cara menyewa tanah dari para bangsawan dan pejabat Mangkunegaran.

Mangkunegara IV yang memegang amanah kekuasaan gelisah. Baginya, ada ancaman serius bagi warga Mangkunegaran ketika sumber daya alam yang melimpah akan dikuasai oleh pihak "asing". Karena itu, beliau mendirikan pabrik gula di Colomadu dan di Tasikmadu. Dari pabrik inilah, beliau meningkatkan penghasilan kerajaan dan penghasilan rakyatnya.

Dalam analisis Wasiono (2007), spirit pemberdayaan Mangkunegara IV dibuktikan dengan upaya industri gula dalam mendirikan pusat- pusat pendidikan dan pusat kesehatan masyarakat. Dalam hal pendidikan, Mangkunegaran waktu itu masih terbelakang. Lembaga pendidikan sekolah hanya terdapat di Kota Surakarta. Dalam laporan umum Surakarta tahun 1873 menyebutkan, di Kota Surakarta hanya terdapat dua sekolah, yaitu Sekolah Dasar Eropa dan Sekolah Dasar Bumi Putra. Dari keuntungan industri gula, didirikan sekolah. Dalam laporan umum Surakarta tahun 1879 menyebutkan, sekolah swasta milik Adipati Harya Mangkunegara rata-rata dikunjungi oleh 159 murid.

Sekolah-sekolah Mangkunegara berkembang pesat pada awal abad XX sejalan dengan kebijakan politik etis yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda. Tahun 1912 didirikan sekolah siswa. Sekolah ini tahun 1912 diubah menjadi sekolah dasar angka I dan tahun 1914 diubah lagi menjadi Hollandsch Indlandsche School (HIS) Siswa atau Sekolah Dasar Bumi Putra Siswa. Untuk mengakomodasi kepentingan perempuan maka didirikanlah sekolah Siswa Rini tahun 1912.

Untuk meningkatkan kesehatan penduduk di wilayah Mangkunegaran, awal abad XX didirikanlah poliklinik-poliklinik. Poliklinik ini dibangun pemerintah Mangkunegaran, Zending, dan pabrik gula. Di Kabupaten Kota Mangkunegaran dibangun dua poliklinik, yakni di Karanganyar dan Karangpandan. Poliklinik yang dibangun Zending berada di Kartasura, wilayah Kasunan. Sementara itu, poliklinik yang dibangun pabrik gula adalah poliklinik Colomadu dan Tasikmadu. Untuk kepentingan operasional rumah sakit dan poliklinik, pabrik gula menyediakan dana yang dikelola melalui dana penduduk (bevolkingsfonds). Sebagian dana itu untuk membantu pasien yang tidak mampu.

Komitmen pemberdayaan warga yang sejak awal dicanangkan Mangkunegara IV dilanjutkan dengan menciptakan transportasi yang baik, badan usaha jasa, bank desa, dan berbagai aktivitas pengembangan ekonomi kerakyatan. Bukti-bukti ini merupakan kritik perkembangan kapitalisme lanjut yang dipahami secara artifisial oleh kaum pribumi sehingga banyak yang terjebak dalam kubangan korban kapitalisme yang didesain Barat. Spirit kegelisahan, spirit pemberdayaan, dan spirit pengembangan yang telah dicontohkan Mangkunegara IV sangat tepat dalam pengembangan pemberdayakan masyarakat. Sayang, sesuai perubahan sosial politik pascakemerdekaan, tahun 1946, Pemerintah Indonesia mengambil alih kepemilikan industri gula dengan alasan pemerintah Praja Mangkunegaran telah berakhir dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prorakyat

Gerak pemberdayaan rakyat yang ditancapkan Mangkunegara IV adalah sebuah keteladanan reflektif dan aplikatif dalam momentum pilkada sekarang. Ketika kondisi ekonomi terpuruk, lapangan pekerjaan semakin langka, kondisi kedaulatan pangan makin lemah, dan kaum marjinal makin dipinggirkan, apa yang bisa dilakukan calon pemimpin daerah di Jateng?

Rakyat sekarang semakin cerdas. Bukan janji dan omong kosong yang mereka harapkan. Bukan kampanye tebar pesona yang mereka nantikan. Bukan pula kucuran dana deras menjelang kampanye yang mereka idamkan. Akan tetapi sebuah "komitmen keteladanan". Peran pemimpin dengan keteladanan inilah yang diperankan para guru bijak (900-200 SM), seperti Confusius, Musa, Isa, dan Muhammad. Mereka tampil dengan berbela rasa; mengedepankan cinta, keadilan, kemanusiaan, kesederajatan, dan melampaui egoisme dan egosentrisme. Sejarah mencatat, kemakmuran dan kesejahteraan mereka raih bersama rakyatnya. Demikian juga yang telah diperankan oleh Mangkunegara IV.

Dalam konteks sekarang, pemimpin Jateng masa depan adalah yang selalu prorakyat. Semua kebijakan negara selalu mengacu kepada kemaslahatan rakyat. Pemimpin yang berani memangkas habis semua jaring korupsi. Pemimpin yang seluruh denyut nadi rakyatnya dapat merasakan. "Ketika rakyatku lapar, maka akulah orang pertama kali yang akan merasakan lapar," demikian ucap Umar bin Khattab, seorang pemimpin legendaris pengganti Muhammad.

Itulah pemimpin prorakyat yang diidamkan dalam momentum pilkada sekarang. Keteladanan Muhammad, Umar bin Khattab, termasuk Mangkunegara IV patut menjadi catatan penting. MUHAMMADUN AS,

Analis Sosial, Pengelola Kajian "Trans-Politica" Pati

Source ; Kompas, Rabu, 21 April 2010 | 16:26 WIB

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

JASA PENGIRIMAN UANG

Site Info

Followers/Pengikut

PENDOPO INDRAMAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template